Macemnya
- Cerpen (5)
- Cuap Cuap (7)
- Fiksi Mini (8)
- Gambar (3)
- lomba (1)
- Lomba kritik seni (1)
- Lomba Penulisan Cerpen (1)
- Naskah (1)
- Puisi (44)
Jumat, 05 November 2010
Untuk Kekasih
Kekasih,
sayangnya
kau bukan yang tercantik,
kau bukan yang terindah
seindah syair yang dilantunkan
untuk kaummu,
kau juga bukan seorang bidadari
yang bermandikan tetes
embun suci
kekasih,
kau tak bersinar bak bulan purnama
yang gemerlap indah
kau bukan harum bunga
yang semerbak sepanjang hari
kekasih,
kau bukanlah seorang putri
kau bukanlah pejuang wanita dengan keris di tanganmu
kau bukanlah siti khadijah
yang selalu sabar
kau bukanlah maryam yang teguh
kala gemuruh…
Kau adalah kau
yang mengisi hatiku
Kertas Warna
kertas itu sudah di meja
tanganku memegang pena
pena yang penuh dengan tinta kehidupan
ingin kumulai untuk menulis sajak, tapi ku tak mampu
ingin kutulis cerita, tapi ku tak bisa
mataku mulai terlalu berat dan ingin terpejam beberapa saat
kemudian otakku kembali mengerang ingin terlepas
kucoret saja kertas putih itu
hanya guratan yang tak berarti
kusobek saja kertas itu!
sedang malam semakin larut, kelelawar terbang mencari makan
dingin angin malampun terus berhembus
kuambil kertas berwarna abu-abu
barangkali kali ini aku bisa menuliskan kata yang bertumpuk dikepalaku
kutatap tajam kertas itu, kemudian penaku menyentuhnya
tapi tetap saja!!
ku tak bisa menulis walau hanya sebuah kata saja.
matilah engkau!!!
terjunlah ke dalam sumur tanpa dasar!
manusia tak berprinsip!
apa yang harus kukerjakan?
aku ingin menulis tapi tanganku digenggam
berjuta ruas borgol baja hitam yang tak mau terlepas
sulit menafikan keadaan
penat
sarat
berbaris aritmatik diajarkan oleh bapak dan ibu guru
tak sehurufpun terpahat.
ku ambil kertas merah,
tapi hasilnya tetap sama…
mataku tak mampu melihat hanya warna itu saja
aku butuh kertas lebih banyak warna!
Sujud Senja
merona jingga di ujung barat menyilaukan
hati berdebar, badan gemetar
lantunan keabadian dikumandangkan…
Sayup, lantang,
menapaki dedaunan
menjelajahi pegunungan
melawan badai
tak surut kembali
Jiwa kotor terluka ini
mengais dalam rindu
menangis hingga kelu
Setetes menyegarkan, menyucikan
mengangkat tangan serukan kebesaran,
senyum pada bumi bujurkan dahi
hati merindu mengais dalam kalbu
teNANG,
heNING ,
reNUNG
menjadi aGUNG
hingga pada akhir salam…
Anggur Rindu
kau lihat cawan itu?
serunai yang mengalun indah ada di dalamnya,
serenada bahagiayang terdengar dalam doa,
jiwa sadar sahaja yang mampu memainkannya,
Sayang,
kau lihat cawan itu?
butiran halus pasir yang putih jadi ornamennya,
adalah asal semua madu di dunia,
lebih memabukkan dari sekedar harta maupun tahta,
ataupun ramuan anggur sang surga,
kau tanyakan padaku, ” apa yang membuatnya berharga?”
“karena sedikit yang bisa memilikinya.” ku jawab,
“tak setetes pun pernah kau tuang. apa yang mengisinya?”
“hanya keyakinan dan cinta tulus dalam doa.” ku jawab,
dan bangunlah sayang,
dengar lantunan sayup pada setiap pergantian waktu,
ku hanya ingin menyapamu dalam khusuk yang menjelang,
bergumul kita pada ucap yang dimakan lalu,
maka,
buat apalah kita meragukan kepastian,
kemarilah, hampiri kekasihku dan resapi,
banyak kidung yang belum dilantunkan,
banyak lukisan belum dinikmati,
takbirlah kita bersatu,
tangis yang menetes sebab rasa rindu,,,
Menunggu
adalah layaknya keresahan seorang ayah
pada kelahiran anak pertamanya,
layaknya kebingungan seorang ibu
yang ditinggal pergi anak yang dicinta,
layaknya debaran hati seorang kekasih
berharap dengan ribuan kecemasan akan diterima cintanya,
menunggu,
adalah layaknya ketakutan dan kecemasan yang diaduk dengan kegundahan,
bercampur dalam waktu yang berputar pada porosnya
sehingga membuat diri tak sadar dan hilang
dalam diam,,,
lalu,
mengapa kau biarkan aku menunggu?