ADEGAN 1
(tempat pos kampling)
(ada dua orang sedang ngobrol sambil bermain catur)
Sukmo : Jo, berapa banyak kayu yang sudah kamu bawa pagi ini?
Karjo : Ah…sedikit, Mo. Pelanggan ku sedikit sekali. Kamu sendiri gimana?
Sukmo : Kebetulan anakku kemarin minta uang untuk bayar uang gedung, tambah lagi buku, seragam baru, dan alat tulis lainnya. Jadi aku bawa kayunya lumayan banyak, Jo.
Karjo : Jangan banyak-banyak , Mo. Nanti ketahuan sama Pak Rokim, saya takut ada apa-apa.
Sukmo : Tenag aja, Jo. Semua kayu yang saya ambil, sebagian besar sudah saya jual dan yang lain itu saya simpan di belakang rumah.
Karjo : Lho...gimana sih kamu, Jo!? Nanti kalau di geledah sama para polisi hutan bisa ketahuan. Bahaya kita.
Sukmo : Tenang aja, Jo. Kayu itu aku timbun di bawah tanah, jadinya gak mungkin katahuan.
Karjo : Jadi, semua kayu kamu timbun di tanah, Mo?
Sukmo : Iya, dengan begitu semua kayu ku bakalan aman dari penggeledahab. Eh Jo... nanti kita ngambkil kayunya gimana ya?
Karjo : Gimana apanya? Ya seperti biasanya aja, Mo.
Sukmo : Ya.....jam berapa kita ke hutan, terus gimana caranya kita bisa mengelabuhi Pak Rokim.....
Karjo : Oh... itu to, Mo. Santai saja.... Pak Rokim sekarang sedang sakit. Beberap orang bilang sakitnya masih parah, jadi gak mungkin dia berpatroli. Tapi kita harus berhati-hati, Mo. Saya denagr kemarin, ada tetangga saya yang kena tangkap gara-gara kayunya di simpan di semak-semak itu kelamaan waktu ada operasi gabungan. Sekarang dia sedang ditahan.
Sukmo : Siapa, Jo? Apa si Midun itu?
Karjo : Iya, betul Mo...
Sukmo : Kamu sudah menjenguk dia, Jo?
Karjo : Belum, Mo... rencananya sore ini saya mau menjenguk dia. Kamu mau ikut?
Sukmo : Waduh, aku gak bisa Jo. Hari aku harus menggali tanah di belakang rumah. Kayu yang kemarin kita ambil, masih belum aku timbun.
Karjo : Haaaa......jadi semua kayu itu masih belum kamu simpan, Mo.
Sukmo : Belum, ya makanya aku mau timbun semuanya sore ini. Terus aku sisakan beberapa balok yang gak aku timbun, soalnya kemarin kata istriku, Pak Kamituwo nyari kayu jati.
Karjo : Ya sudah kalo gitu, yang penting kamu harus berhati-hati saja, Mo. Aku merasa takut.
Sukmo : Iya....iya...Jo, kamu jangan terlalu kawatir kayak gitu... ini semua kan juga demi keluarga. Jadi apapun resikonya harus dihadapi.
Karjo : Iya, Mo. Aku tau kalo kamu sudah punya natisipasi yang hebat. Tapi kita harus lebih berhati-hati.
Sukmo : Iyo Jo,... kamu tau kan, dulu sewaktu aku masih jadi buruh tani, hampi semua kembutuhan hidup tidak bisa aku penuhi. Seragam sekolah anakku, bekas dari temannya. Aku berhutang sama tetanggaku hanya untuk beli buku tulis yang digunakan untuk sehari-harinya di sekolah. Buat makan, istriku mencari singkong di belakang rumah. Sedangkan kamu tau, dinding rumahku terbuat dari ’gedhek’. Dan atap rumahku selau bocor waktu hujan. Yang pasti jauh dari kehidupanku yang sekarang ini. Coba kamu bandingkan, untuk makan keluarga kami sudah gak perlu repot-repot mencari singkong di belakang rumah. Hutangku yang dulu sudah terbayar lunas. Bahkan aku sekarang menghutangi mereka.
Karjo : Iya...ya, Mo. Dulu kau juga kayak gitu. Sekarang hidup ku jauh jadi lebih baik Mo....., Sekrang sudah sore. Aku mau pergi jenguk Midun..
Sukmo : Baiklah kalo begitu. Aku juga belum tany sma istriku, barangkali ada orang yang mau beli kayu.
ADEGAN 2
(tempat teras rumah, sore hari)
Sukmo : (masuk panggung) Bu ne, aku pulang.... buatkan kopi ya...
Suntari : Eh....iya kang. Sudah pulang? tunggu sebentar ya... airnya belum mendidih.
(Sukmo mengambil koran yag ada di meja dan mulai membacanya)
Suntari : Kang, ini kopinya.
Sukmo : Iya,... makasih ya bu...,
Bu, gimana, tadi ada yang mau beli kayu ?
Suntari : Oh, iya kang. Tadi siang Pak Kamituwo datang, dia bilang ada pesenan kayu dalam jumlah besar. Dia minta kayunya dianter malam ini, trus dia bilang harus hati-hati, soalnya sekarang sering diadakan operasi besar-besaran.
Sukmo : Trus kamu takut kalau ada operasi besar?
Suntari : Aku Cuma khawatir aja kalau sesuatu terjadi pada Akang. Lambat laun kayu yang ditimbun di belakang rumah akan diketahui juga. Kemudian akang ditangkap. Kasihan anak-anak, Kang. Nanti masih ada biaya yang ebsar untuk mengeluarkan kakang dari penjara.
Sukmo : Ah....aparat itu bisanya Cuma menakut-nakuti saja. Mereka tidak sungguh-sungguh kalau mengadakan operasi. Mereka Cuma menggertak orang kecil seperti kita. Buktinya, sampai sekarang tidak terjadi apa-apa.
Suntari : (mulai memanas) Kang, jangan terlalu mengentengkan begitu.
Sukmo : Sudah lah....., biar aku saja yang mengurus semua.
Suntari : Kang !(nada tinggi) Akang ingat dulu, waktu akang cerita hampir kena tangkap. Jantungku rasanya mau berhenti Kang. Aku khawatir.
Sukmo : Itu kan sudah dulu. Buktinya sekarang aku ada di sini. Aku bisa larri dari kepungan petugas saat itu. Artinya Cuma ada 2 kemungkinan. Yang pertama, memang para petugas itu Cuma main gertak saja atau kemungkinan yang kedua aku yang pandai mengelabuhi mereka.
Suntari : Kang, akang nggak bisa menganggap semua itu remeh. Bagaimanapun, akang pernah sekali hampir tertangkap oleh petugas.
Sukmo : Terus maumu apa?! Apa aku berhenti saja dari pekerjaanku yang sekarang ini, dan kita kembali hidup kekurangan seperti dulu?
Suntari : Bukan itu kang maksudku. Siapa sih yang nggak mau hidup berkecukupan? Tapi ada yang lebih penting kang, yaitu ketentraman.
Sukmo : Ketentraman macam apa lagi yang kamu inginkan? Aku selalu ada untuk kalian, kebutuhanmu, baju, perhiasan, tv, sudah aku berikan. Anak-anak pun sudah bisa bermain dengan mainan mereka sendiri. Terus Si Tanti juga sudah aku sekolahkan sampai SMA, bahkan rencana mau aku kuliahkan. Terus apalagi Bu ne? Apa semua itu kurang?
Suntari : Kang, ketentraman yang aku maksud bukan itu. Tapi ketentraman hati dan pikiran. Dengan pekerjaan mu yang sekarang ini aku selalu khawatir jika akang belum pulang. Belum lagi jika ada petugas yang melewati jalan desa. Aku ’ndredhek’ kang. Semua itu nggak bisa di bayar dengan uang.
Tiba-tiba di saat kedua suami istri itu bertengkar, salah anak mereka datang.
Tanti : Assalamu’alaikum....
Suntari dan Sukmo : (sedikit cemberut, menjawab bareng) Wa’alaikum sallam..
Tanti : (heran) Lho, semua kok cemberut??? Memang ada apa sih???
Kedua suami istri itu tidak ada yang menjawab dan diam.
Tanti : Lho, kok nggak ada yang jawab. Ada apa sih buk???? (mendekati ibunya)
Suntari : Tanya sendiri sama bapakmu! (memalingkan wajah dan diam)
Tanti : Pasti gara-gara pekerjaan bapak lagi ya??? (dengan nada menyalahkan menoleh ke bapak) Sudah lah pak, berhenti saja dari menebang. Itu resiko nya sangat tinggi pak. Hutan bisa gundul, terus lonsor dan bisa juga banjir bandang. Bapak mau, kalau kita semua mati gara-gara pekerjaan bapak itu??
Sukmo : (mulai emosi) Aaaahhhh.... diam kamu! Kamu tau apa dalam masalah pekerjaan? Kamu itu masih kecil. Masih bau kencur. Tugas mu sekarng itu hanya sekolah.
Tanti : Tanti tau, Pak.. Tanti memang masih kecil. Masih bau kencur. Tapi Tanti sudah tau mana yang benar dan mana yang salah.(Pouse) Pak, Bapak kan sudah tau penebangan yang bapak lakukan itu tanpa ada persetujuan dari pemerintah. Intinya bapak itu menebang secara liar. Bapak bisa ditangkap. Kami semua nggak mau kalau bapak di tangkap oleh polisi, kayak teman bapak itu.. Pak, sekali lagi. Tanti mohon, tinggalkan pekerjaan bapak. Demi kita semua..
Suntari : (berbicara dengan pandangan kosong) Capek buk’e, Tan. Ingatin bapak mu terus. Bapak kamu itu nggak bisa di bilangin.
Tanti : (menghadap ibu)Ya sudah, kalau ibu capek biarkan Tanti saja yang ngomong ke Bapak. (kembali menghadap bapaknya) Tapi asal bapak tau. Tanti gak akan capek untuk bilangin bapak. Bapak harus bangga punya keluarga yang perhatian. Tapi bapak sendiri malah gak mau diperhatikan. Kami semua semua melakukan ini, karena kami sayang kepada bapak.
Sukmo : Kamu lama-lama nyebelin ya.. bapak itu melakukan semua ini juga untuk kalian semua. Baju mu itu yang kamu pakai, sekolah mu, uang jajan mu, makanan yang sehari-hari kamu makan, itu semua kalau bukan dari uang kayu, dari mana lagi coba? Gak ada yang peduli sama kita. Jadi kamu itu diam saja. Jangan urusin pekerjaan orang tua. Kamu itu taunya hanya tinggal beresnya saja. Gak usah urusin dari mana itu berasal. Lagian uang yang di hasilkan dari penebangan itu sangat menggiurkan.
Tanti : dasar bapak mata duitan. Taunya hanya uang saja. Tidak mikirin masa depan.
Sukmo : apa kamu bilang? Bapak mata duitan? Anak gak tahu di untung!!!. (menampar Tanti)
Tanti tersungkur gara-gara mendapatkan tamparan dari bapakya.
Suntari : Sudah-sudah....(menangis histeris. Melerai pertengkaran. Memeluk Tanti) hiks hiks hiks.....sudah lah.... aku mohon sudah....
Sukmo : Kamu bilang bapak ini mata duitan?! Kamu memang anak durhaka... bapakmu ini bekerja seharian demi kalian semua... berangkat pagi petang,,, sebelum kamu bangun... bapak berangkat dengan resiko yang besar... buat apa itu semua jika bukan buat kalian. Dan ini yang aku dapatkan dari memperjuangkan kalian?!!!
Tanti : Asal bapak tahu saja pak. Kehidupan kita gak selalu bergantung sama materi.
Suntari : Kalian berdua sudah. Gak usah diteruskan lagi. Apa yang kalian harapkan dari semua ini?!
Sukmo : kalian bisanya hanya menyalahkan saja tanpa memberi solusi!
Tanti : pak, solusinya sudah jelas. Berhentilah dari menebang kayu. Itu bukan pekerjaan yang mulia. Walaupun kita ini orang yang selalu diinjak-injak oleh orang yang lebih tinggi, bukan berarti kita harus menyerahkan harga diri kita demi materi!
Sukmo : kamu ini memang banyak bicara. Seharusnya kusumpal saja mulutmu dari dulu.!
Suntari : Apa yang kalian pertngkarkan!! Kata-kata anakmu itu memang benar pak! Ada hal yang lebih penting daripada mengejar materi. Ketentraman batin hati, dan pikiran juga harus diperhitungkan. Apa gunanya jika kita kaya tapi pikiran kita tidak tentram!!! Percuma pak, percuma!
Tanti : Pak, aku sama ibu Cuma ingin bapak sadar. Jka bukan dengan omongan kami, harus dengan apa bapak bisa sadar?
(keadaan sunyi, semua saling berpikir tentang hidup yang telah mereka jalani selama ini. Tanti masuk kamar, selang beberapa saat dia keluar dengan menenteng tas ransel)
Tanti : pak, aku sudah muak dengan semua ini. Saat ini aku hanya ingin menenangkan diriku. Aku mau pergi dari rumah ini!
(Langsung pergi meninggalkan kedua orang tuanya)
Suntari : tanti... tan... tanti !!! jangan pergi. Bagaimana dengan ibu... (sukmo hanya bisa bengong dan tidak bisa berbuat apa2. suntari menangis) apa ini yang kamu inginkan pak? Kamu ingin tanti dan aku pergi meninggalkanmu biar kamu bebas melakukan semua sesukamu?! Apa ini yang kamu inginkan?!!
(sukmo terdiam.)
Sukmo : (mulai emosi) Lha terus aku harus gimana?? Tidak ada lapangan pekerjaan yang menanti bagi seorang lulusan SD seperti aku ini. Yang aku tahu Cuma gimana caranya menebang pohon itu saja. Aku tidak menyalahkan bune. Tapi apalagi yang bisa dilakukan orang kecil seperti kita ini. Kita Cuma bisa pasrah sama nasib, entah dia akan memberikan hari esok yang cerah, atau sebaliknya.
Suntari : kang, hari esok itu bergantung dengan apa yang kita lakukan saat ini. Jika saat ini kita menanam benih padi, niscaya esok kita akan memanen padi. Semua itu berhubungan kang...
(tiba-tiba ada suara kaki berlari di luar rumah mereka. Tak lama kemudian ada suara yang memanggil sukmo sambil setengah berbisik.)
Karjo :sukmo... sukmo... kamu ada di rumah?
Sukmo : siapa itu?
(suntari agak kebingungan, kemudian muncul karjo dari pintu.)
Suntari : oh... kang karjo rupanya? Mau saya buatin apa kang?
Karjo : maaf, jangan sekarang. Sukmo, waktu di penjara tadi aku mendengar kabar. Pak rokim ternyata Cuma berpura-pura sakit untuk menjebak para penebang kayu. Sekarang dia sedang mengadakan operasi besar2an, dan sedang dalam perjalanan ke desa ini.
Suntari : Apa, ada operasi?! Ternyata apa yang aku takutkan selama ini ternyata terjadi juga. Gimana ini kang?!
Sukmo : tenang bune, semua bisa diatasi. Karjo, rencamau saat ini apa?
Karjo : rencanaku saat ini meninggalkan desa secepatnya. Aku gak mau dipenjara seperti midun. Bagaimana nasib anak istriku jika aku dipenjara. Siapa yang akan menjaga mereka?
Sukmo : baiklah kalau begitu kita pergi. Kamu duluan saja. Tunggu aku di perbatasan hutan di sebelah timur. Jika dalam waktu setengah jam aku belum datang, kamu pergi dulu saja.
Suntari : kamu pergilah sekarang juga kang. Biar aku mengurus semuanya. Nanti aku akan mencari tanti di rumah teman-temannya.
Karjo : gimana mo? Kamu berangkat sekarang atau nanti?
Sukmo : (sedikit bingung.) kamu pergi saja dulu. Aku nanti menyusul.
Karjo : baiklah... aku pergi dulu ya. Akan kutunggu di perbatasan hutan.
(karjo kemudian langsung pergi meninggalkan sukmo dan suntari)
Suntari : Kang, cepatlah pergi kang. Jangan menunggu mereka datang dan menangkapmu.
Sukmo : aku merasa bersalah padamu dan tanti. Selama ini aku belum bisa menjadi suami dan bapak yang baik.
Suntari : sudahlah kang, itu biar nanti saja kau perbaiki. Saat ini yang terpenting adalah kau cepat pergi agar tidak tertangkap polisi hutan.
Sukmo : iya aku tahu itu. Tapi aku tidak tega meninggalkanmu sendiri dengan beban yang begitu menumpuk. Sebagai seorang suami aku tidak bisa melakukannya.
Suntari : Kang, jangan bodoh begitu, akan lebih menyusahkan lagi jika kau pergi lebih dari sebulan karena dipenjara. Cepatlah kang!
(Sukmo kemudian bergegas mengambil beberapa lembar baju yang ada di lemari pakaian dan kemudian berpamitan pada istrinya.)
Sukmo : bu, aku pergi dulu. Aku minta padamu agar memaafkanku atas semuanya. Aku tidak akan bisa menjadi seorang yang berguna tanpamu.
Suntari : iya kang. Pergilah. Hati-hati, jangan sampai tertangkap. Ingat anak istrimu masih setia menunggumu disini.
Sukmo : aku pergi dulu ya bune. Aku akan kembali ketika tepat bulan purnama. Jaga dirimu bune.
(suntari melepas kepergian suaminya dengan perasaan yang berkecamuk, antara marah, sedih, dan takut. Belum sampai di pintu, terdengar suara tembakan.)
Doorrr...!
Sukmo : arrrgghhhh......!
(tembakan itu tepat mengenai kaki sukmo. Sukmo mengerang kesakitan)
Suntari : kaaaaannggg.....(berlari mendekati sukmo dan membawanya kembali kedalam rumah. terdengar suara seseorang dari luar pintu. Kemudian suara itu masuk dan mendekati sukmo)
Rokim : sukmo, untuk saat ini kau sudah tidak bisa diampuni. Kau pernah melukai anak buahku sekali. Saat ini kau tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Suntari : apa yang kau lakukan. Tidak seharusnya kau menyakiti suamiku...
Rokim : bu, dia termasuk dari target operasi kami. Dan kami diberi ijin untuk menembak jika dia mau melarikan diri. Dan yang kulihat dia memang mau melarikan diri.
Suntari :(sambil memindahkan badan sukmo dari pangkuannya mendekati rokim.) apa yang kau inginkan? Ambil semua harta kami, tapi jangan suamiku.
Rokim : bu, apa yang ibu harapkan dari seorang kriminal? Serahkan dia padaku.
Suntari : tolong, jangan tangkap suamiku, hanya dia tulang punggung keluarga ini, kasihanilah kami. Kami hanya orang kecil yang tertindas zaman, apa kau juga ingin menindas kami? (menangis)
Rokim : bu, bekerjasamalah. Atau ibu juga mau saya tangkap?!
Suntari : tangkap saja aku. tembak aku...
Rokim : tolong... saya harap anda tidak mempersulit pekerjaan ini.(maju mendekati sukmo, tapi dihalangi oleh suntari)
Suntari :(menghalangi pak rokim yang mendekat) jangan... tolong jangan lakukan ini pada kami. Biarkan dia pergi.
(suntari dan rokim saling mendorong, hingga akhirnya rokim melemparkan suntari. Melihat hal itu sukmo naik darah dan hendak menyerang rokim)
Sukmo : (mengambil belati yang ada di atas meja dan menyerang rokim) kurang ajar.. jangan kau berani-beraninya menyakiti istriku.
(Sukmo berdiri dan menyerang rokim)
Rokim : (rokim yang sedang memegang pistol tanggap dan langsung melepaskan tembakan.)Diam ditempat....dooor....!!!
Suntari : (berusaha mencegah Rokim) Jangan........!
Sukmo : (jatuh tersungkur di samping istrinya)
Aarrgggh......
(Suntari menghampiri Sukmo dan menangis histeris)
Rokim : (mengambil belati yang terjatuh dan menyelipkan di pinggangnya) seharusnya kau turuti saja kata-kataku. Pasti tidak akan seperti ini jadinya.
(Suntari menaruh kepala sukmo di pangkuannya. Rokim pergi meninggalkan mereka berdua.)
Suntari : Kang......Akang........, mengapa jadi seperti ini.......!? jangan tinggalkan aku kang. Aku masih belum bisa menangani semua ini sendiri. Aku masih butuh kamu , kang..
Sukmo : Argghh...bune, jangan menangis lagi. Tolong jaga dirimu dana anak-anak untukku. Aku tidak akan pergi jauh darimu. Suatu malam nanti aku akan menjengukmu dan anak-anak.
Bune.....aku pergi dulu. Jangan menangis lagi, teruslah berjuang demi anak-anak kita.
Suntari : Kang. Tidak kang.........jangan pergi dulu kang. Aku tidak bisa melakukan semuanya sendiri.
Sukmo : Bune....jangan cengeng begiitu. Kau adalah wanita yang hebat. Kau tidak butuh siapa-siapa untuk terus berdiri.....uhuk...uhuk.....bune... selamat....tinggal...
Suntari : Kang..... tidak....!!
(Fade out....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar