Selasa, 30 Agustus 2011

Ber-Lebaran

Pada penghujung bulan Ramadhan ini, umat 'Islam' akan memasuki bulan Syawal. Dimana pada awal bulan merupakan suatu momen yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Hari Raya Idul Fitri, yang jatuhnya pada tanggal 1 Syawal. Sebuah perayaan terhadap 'kemenangan'.
Setelah satu bulan penuh, pada bulan Ramadhan, kita berpuasa dengan niat untuk menahan lapar dan menahan hawa nafsu, Idul Fitri merupakan perayaan atas kemenangan tersebut. Kemenangan atas perang terhadap diri sendiri.
Di Indonesia, tradisi Idul Fitri cukup berbeda dengan di negara lain yang juga terdapat pemeluk Islam. Jika di negara-negara timur tengah tradisi Idul Fitri cukup dengan berjabat tangan secara sporadis, maka tidak halnya di Indonesia. Tradisi 'halal bihalal' menjadi bagian penting dalam mengisi hari raya ini. Silaturahmi ke rumah para tetangga, saudara, dan teman akan menjadi pengisi kemenangan.
Tidak hanya itu. Memakai baju baru ketika momen ini juga menjadi salah satu item yang hampir tak bisa dihindarkan. Karenanya, ketika menjelang 1 syawal, umat Islam di Indonesia, khususnya mereka yang mampu, akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk berburu pakaian. Tak ayal lagi, seminggu menjelang hari raya Idul Fitri, hampir di semua tempat perbelanjaan akan disesaki oleh para pembeli yang datang dari kalangan muda hingga dewasa, dari golongan kurang mampu hingga yang diatas rata-rata. Semua datang dengan keinginan yang sama. Demi baju baru ketika ber-lebaran.
Bak 'pucuk dicinta, ulam pun tiba', para pemilik modal pun beramai-ramai memberikan penawaran-penawaran yang dapat menarik pembeli. Mulai dari Diskon harga hingga pemberian kupon setiap pembelian mencapai harga tertentu. Jelas saja masyarakat awam tak akan melepaskan kesempatan emas untuk mendapat diskon dan kupon.
Tak hanya pe-bisnis pakaian yang mendapat untung pada momen menjelang Lebaran ini. Penjual jasa perawatan kulit ataupun penjual jasa pangkas rambut juga memetik hasil yang lumayan besar dari biasanya. Seperti yang saya lihat ketika berkeliling kota Jember. Beberapa tempat penjual jasa pangkas rambut selalu ramai dengan pelanggan melebihi hari biasanya. Bahkan petugas parkir juga mendapat uang tambahan dari penuhnya pelanggan. Di salon juga banyak wanita yang merawat kulitnya. Tak segan-segan mereka mengeluarkan biaya mulai dari seratus ribu hingga berjuta rupiah. Semua mereka lakukan demi penampilan baru saat memasuki Lebaran.
Jejaring usaha yang dibangun pada awal Ramadhan mencapai puncaknya menjelang hari raya. Semua lapisan pun ikut mencicipi rezeki yang melimpah dari datangnya Idul Fitri. Jejaring Pasar yang akan bertahan lama dan sangat besar. Sedangkan masyarakat adalah pasarnya.

Tradisi semacam ini hanya hidup dan berkembang di Indonesia. Mulai dari acara bermaaf-maafan hingga mudik ke kampung halaman. Mulai dari membuat jajanan untuk suguhan hingga tradisi membuat ketupat.
Salah satu yang mendorong kita untuk mudik ke kampung halaman adalah sungkem kepada kedua orang tua kita. Sungkem juga merupakan tradisi yang hidup di Jawa pada mulanya, kemudian mengakar ke seluruh Indonesia. Sungkem menurut sebagian orang merupakan sebuah perwujudan dari sikap menghormati orang yang lebih tua, dalam hal ini ayah dan ibu(bisa jadi pula kakek dan nenek). Tradisi sungkem pada saat Lebaran juga sebuah tindakan untuk memohon maaf, di mana dalam istilah Jawa disebut 'nyuwun ngapura'. Istilah itu pun dari beberapa anggapan orang juga merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu 'ghafura'.
Saling memaafkan antara satu dan yang lain sebetulnya tidak harus dilakukan pada saat Idul Fitri saja. Tetapi kemudian, tradisi sungkem dan halal bi halal dengan tujuan bermaafan ini menjadi suatu momen yang identik dengan Idul Fitri.

Idul Fitri merupakan saat dimana manusia kembali suci. Kembali kepada fitrahnya. Kepada asal keadaannya. Dimana untuk memasuki pintu fitrah itu, kita (yang mampu) diwajibkan untuk membayarkan zakat pada orang-orang yang belum mampu. Disebut dengan zakat fitrah yang diberikan maksimal sebelum shalat Ied berkahir. Zakat fitrah merupakan salah satu nilai kemanusiaan yang ditunjukkan dan diajarkan pada fase menuju kesucian manusia.
Dengan zakat ini, mereka yang belum mampu akan turut merasakan nikmatnya Idul Fitri tanpa harus kekurangan makanan. Mereka akan turut merasakan kebahagiaan yang dirasakan orang lain.

Dalam segala konsepnya, kembali kepada fitrahnya menurut saya adalah kembali menjadi manusia dengan sifat kemanusiaan-nya. Seperti pelajaran PPKn yang didapatkan ketika menginjak bangku SMP. Tenggang rasa, saling membantu, saling memaafkan, dan sifat lain yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya dimata Tuhan.
Kembali pada fitrah, merupakan sebuah kritik pada diri kita masing-masing. Bahwasanya manusia menjadi seorang manusia dengan cara memanusiakan manusia lainnya. Setidaknya, itu adalah nilai humanisme yang dapat saya petik dari sebuah momen yang bertajuk 'Idul Fitri'. Saling perduli, saling berbagi, saling memaafkan.

1 komentar:

  1. satu lagi yang kurang pak..yang hanya terjadi di Indonesia..yang membedakan dengan acara mudik di Malaysia dan Bangladesh saat idul fitri.. MACET dan tarif angkutan naik hehee

    tradisi sungkem yang dikritik Pram di Bumi Manusia itu ya yang menyebar?hehee..

    Met Lebaran yo besok :)

    BalasHapus