Rabu, 31 Agustus 2011

Saat Mudik Tiba

Kehidupan saya di rumah diwarnai oleh beberapa keponakan saya yang masih kecil. Mereka sungguh lucu, paling tidak menurut saya. Ada empat anak semuanya. Mereka adalah anak dari kakak perempuan saya. Pada momen lebaran kali ini, jumlah keponakan saya bertambah. Kakak kandung laki-laki saya yang tinggal di luar kota menyempatkan diri untuk ber-hari raya di Jember. Sekarang saya memiliki lima orang keponakan dan semuanya laki-laki. Yang paling besar bernama Ken Anda Saka Wijaya. Anaknya sedikit pemarah dan otoriter terhadap adik-adiknya. Tetapi rasa sayangnya tetap tidak terkalahkan. Yang nomer dua bernama Ken Fahat Thariq. Biasa dipanggil Wawat. Anaknya aktif dan penyayang. Hanya saja saat ini berdiam diri tanpa bicara adalah salah satu kebiasaannya. Bintang Lazuardi Gumilang adalah yang nomer tiga. Biasa dipanggil Bintang. Anak ini cukup cerewet dan usil. Seringkali juga mengajukan pertanyaan yang terkadang membuat saya sulit menjawabnya. Keempat bernama Prabuwangi Jelang Ramadhan, biasa dipanggil Prabu. Dia lahir sepekan menjelang bulan Ramadhan pada 4 tahun lalu. Yang terakhir dan yang paling kecil adalah Ghanendra Hasya Widharma. Dia dipanggil dengan nama Ghana. Anak yang sangat aktif dan pintar.

Setelah seharian tadi kami semua berkeliling ke rumah saudara, pada malam ini keluarga kakak perempuan saya berangkat menuju rumah kakek neneknya yang berada di kota Madiun. Tepat pukul 00.10 tadi mobil itu meninggalkan asapnya di depan pintu pagar. Keempat keponakan saya masih dalam keadaan tertidur ketika mereka semua dipindahkan ke dalam mobil. Sedangkan saya sendiri kebagian untuk menggotong si Wawat.

Semua telah dipersiapkan untuk keberangkatan ini. Untuk menjaga kenyamanan anak-anak yang sedang tertidur, kakak saya juga membawa beberapa bantal, guling beserta selimutnya. Tiga anak duduk dan tertidur di kursi tengah sedang si Prabu duduk bersama Bunda-nya di kursi depan. Jajanan juga telah mereka persiapkan untuk bekal anak-anak kecil.

Kedua orang tua saya menyalami mereka (Kakak perempuanku dan suami). Mereka memberi nasehat-nasehat yang biasanya disampaikan oleh orang kebanyakan kepada anaknya yang hendak bepergian.

Kalau mengantuk berhenti dan istirahat. Jangan lupa si kecil di periksa setiap waktu. Berdoalah sepanjang jalan supaya sampai dengan selamat. Dan beberapa nasehat lainnya. (Apa orang tuaku masih belum mempercayai ke-dewasa-an mereka ya? hehehe)

Setelah lampu mobil itu tandas di tikungan, tiba2 saja ada sebuah perasaan yang aneh dalam diri saya. Entah perasaan apa itu saya sendiri tak bisa mendefinisikannya. Ketika pintu pagar ditutup dan kami, yang mengantarkan kepergian keluarga kakak perempuanku, masuk rumah perasaan saya mulai bergetar lebih kencang. Apakah rasa perpisahan selalu seperti ini?

Hahaha, mungkin saja perasaan itu muncul karena saya sudah terbiasa hidup dengan mereka. Setiap hari selalu mendengar celoteh kecil mereka. Terbangun pada jam 10 karena ributnya suara keponakan yang sedang berebut mainan, atau mendengar suara tangis yang diikuti jeritannya. Hal itu sudah menjadi sesuatu yang menyatu dalam keseharian saya selama ini.

Mereka tak akan pergi lama, rencananya. Jadi saya masih bisa menguatkan diri menahan perasaan-perasaan cengeng itu supaya tidak menyeruak keluar dan bermunculan sebagai air mata. Saya hanya bisa menurutkan doa kepada mereka supaya dapat selamat sampai tujuan dan kembali dalam keadaan tak kurang apapun (kalo bisa sih bertambah... hwehehhe).

Saya rasa, semua orang yang ditinggalkan oleh yang sedang bermudik akan mengalami sebuah lompatan perasaan. Tak hanya saya saja. Apapun itu, marilah kita berdoa bagi semua orang yang sedang bermudik ke kampung halaman.


1 komentar:

  1. Saya rasa, semua orang yang ditinggalkan oleh yang sedang bermudik akan mengalami sebuah lompatan perasaan.

    bener sekali ini mas :)

    BalasHapus