Selasa, 30 Agustus 2011

Tentang Hari Besar

Salam, itulah yang akan saya ucapkan pertama-kali sebelum memulai menulis tulisan ini. Sebuah salam hangat dari saya, sebuah salam yang penuh dengan cinta, sebuah salam dengan doa, sebuah salam dengan permohonan maaf atas apa yang telah saya utarakan ataupun apa yang akan saya utarakan. Memohon pengertian para pembaca untuk memberi sebuah kiat bagi saya yang berkeinginan untuk menulis. Memohon pengertian kepada para pembaca untuk tidak habis-habisnya mengkritik apa yang saya tulis dan tulisan itu sendiri.

Mungkin apa yang akan saya tuliskan kali ini tidaklah terlalu penting, karena saya rasa para pembaca telah mengetahui lebih dari pada saya. Tetapi tidak ada salahnya bukan jika saya berbagi apa yang saya pikirkan dalam tulisan kali ini? Bukankah berbagi itu merupakan hal yang indah? Itu menurut saya sebagai seorang yang sangat jauh dari kesempurnaan. Mohon sekali lagi dimaafkan.

Baiklah. Akan saya mulai perlahan-lahan sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Tetapi, sekali lagi saya mohon maaf karena saya bukan seorang yang pandai dalam meruntutkan tulisan. Bahkan untuk menulis itu sendiri saya masih baru saja belajar bagaimana caranya. Ini masih sebuah permulaan dalam menulis bagi saya.

Tentang Hari Besar Agama
Tentunya semua telah mengetahui hari besar agama yang terdekat kali ini. Yang akan di rayakan oleh Umat Islam di seluruh dunia. Hari besar yang telah ditunggu kedatangannya setelah setahun berlalu. Hari yang membawa keberkahan dan kembali pada 'fitrah' sebagai manusia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan hari besar ini tidak dilakukan secara bersamaan oleh umat Muslim.

Ketika saya menonton salah satu acara di sebuah stasiun televisi, disiarkan bahwa Pemerintah menyepakati Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari rabu tanggal 31 Agustus 2011. Kesepakatan itu diambil melalui jalan musyawarah. Sebelum mengambil kesepakatan tersebut, para pemuka agama Islam di Indonesia dan juga beberapa negara asia tenggara lainnya berkumpul. Mereka melakukan pengamatan terhadap penghitungan bulan baru yang dilakukan oleh beberapa peneliti astronomi dan astrologi. Dari sekian banyak penghitungan, ada dua peneliti yang dapat melihat bulan baru jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011. Sedangkan sebagian besar peneliti lainnya masih belum dapat memastikan jatuhnya bulan baru.

Dari penelitian yang telah dilakukan tersebut, saya mendengarkan pemimpin sidang penetapan hari raya memutuskan bahwa jatuhnya 1 syawal 1432 H bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 2011. Semua yang hadir ikut menyetujui kesepakatan tersebut. Tepat pada pukul 18.30, pengumuman tersebut disiarkan ke seluruh masyarakat Indonesia melalui stasiun televisi, dan diikuti oleh media lainnya.

Apa yang saya lihat sungguh mengejutkan. Ternyata di beberapa tempat, ketika saya keluar dari rumah menuju Alun-Alun kota, telah mempersiapkan diri untuk bertakbir mengumandangkan penyambutan bagi Hari Raya Idul Fitri. Tetapi beberapa saat kemudian semuanya berhenti mendengar kabar bahwa Idul Fitri diundur hingga tanggal 31 Agustus. Mungkin ada beberapa dari mereka yang merasa kecewa. Mereka telah merelakan waktu untuk menge-set truk dengan serangkaian pengeras suara dan tabuh-tabuhan, tetapi kemudian harus kembali ke rumah karena pemberitaan itu.

Beberapa golongan lain memiliki pandangan yang berbeda. Entah sejak kapan golongan-golongan ini ada. Ada beberapa golongan yang telah melaksanakan shalat Ied pada hari senin 29 Agustus 2011. Ada juga yang tetap berpegang teguh pada penghitungannya dan melaksanakan shalat Ied pada tanggal 30 Agustus. Dan pemerintah tetap pada keputusan yang telah dibuat bersama, yaitu melaksanakan shalat Ied tanggal 31 Agustus.

Semua golongan berpegang teguh pada pendirian masing-masing dan mereka juga memiliki cara untuk menghitung jatuhnya bulan baru. Entah ini sebuah kekayaan yang dimiliki oleh suatu agama ataukah yang lainnya. Tetapi menurut saya yang memang masih bau kencur dalam hal agama, sebaiknya melaksanakan Hari Raya Besar Agama dengan serentak sesuai dengan waktu yang berlaku di masing-masing tempat, dan itu (sekali lagi menurut saya pribadi) akan lebih indah.

Bukankah agama ini bersumber dari dan pada satu keyakinan?
Mohon maafkanlah saya yang masih belum tahu apa-apa ini.

Baru saja saya juga mendengar sebuah pernyataan tentang hal tersebut, 'tak usah diperdebatkan mengenai perbedaan hari raya. Mereka punya 'Imam' sendiri dan punya perhitungan sendiri'. Mungkin itu adalah sebuah kalimat yang bijak dari orang yang saya kenal tersebut. Jika agama adalah 'Imam', apakah nanti juga akan ada agama lain yang lahir ketika para 'Imam' semakin banyak?
Entahlah, mungkin saya sebagai orang yang masih bodoh tak pantas membicarakan hal ini.

Sekarang, semakin banyak pilihan yang disuguhkan pada kita sebagai umat yang beragama. Pilihan tentang cara beragama yang ideal, yang mungkin juga akan berbeda pada setiap golongan. Seperti halnya kita diminta untuk memasuki satu pintu diantara seratus, manakah yang akan kita pilih?
Sekali lagi, saya yang masih juga tak tahu apa-apa ini mohon maaf. Saya sekedar menuliskan apa yang saya lihat dan yang saya rasakan. Tak ada niat lain.

Semoga saja, hari besar pada tahun mendatang akan dilaksanakan secara serentak, walaupun perbedaan sendiri itu indah.

Pembaca yang budiman, saya, seorang yang tak tahu diuntung ini, mohon maaf atas segala kesalahan yang ada pada tulisan ini. Jika berkenan, sudilah anda untuk sekedar mengkritik ataupun mencacinya.

Salam.
Ini adalah kata terakhir yang akan saya tuliskan sebagai penutup. Salam dengan penuh hangat akan doa, dan permohonan maaf.
Salam.

6 komentar:

  1. Hehe..,Merdekakan diri saat menulis,bos. Idenya cantik kok..Di tempatku semalam terjadi hal yang sama. selepas magrib, suara kembang api bersahutan, langit jadi warna warni. Di depan-depan masjid padat orang yang setia menunggu pengumuman pemerintah soal kapan jadinya lebaran..belanja di toko kelontong franchaise yang buka 24 jam itu jadi ga nyaman karena padat orang di lahan parkirnya yg berseberangan dengan masjid besar. sesaat kemudian setelah pengumuman, kerumunan masa berkurang dan tinggal segelintir yang memang berkegiatan di masjid malam itu. lalu terdengar lantunan ayat-ayat suci mengalir dari masjid: mereka tarawih bersama. touching..

    BalasHapus
  2. sama bro, di sekitar jalan semeru juga. suara pekak masjid yang biasanya lantang, kemarin malah jadi kayak minder. sepertinya pengurus2 masjid menunggu sidang isbat pemerintah. soalnya sekitar jam 8an malem,orang2 pada teriak"rebo!rebo tibakno!".
    kebetulan tadi pagi saya nonton TVone, wawancara dg salah satu ulama muhammadiyah Surabaya. gaya bertutur n pemikiran simpelnya mirip Gus Dur. saya jadi manggut2 sambil senyum2. kira2 bunyinya begini : "penentuan hari raya memang ada 2 versi, dan keduanya lho diperbolehkan Nabi. yang satu menafsirkan hari raya salat ied secara tekstual (tersurat). satunya lagi konstekstual (tersirat) seperti muhammadiyah. lha wong nabi saja membolehkan perbedaan itu kok, lha ini malah ribut. yang penting kan ukhuwahnya tetap terjaga." kesimpulan saya : penafsiran manusia terhadap kalimat2 dalam ucapan maupun teks pasti berbeda2. yang bisa meluruskannya hanya satu, yaitu si pembuat ucapan atau teks tersebut.

    BalasHapus
  3. @Forsep: Selamat Hari Raya.
    @Rerupa: Kemerdekaan itu letaknya dimana??? :P
    Bagi saya, Jika aliran sungai telah bercabang dan dari setiap percabangan itu membuat cabang yang baru dan menghidupi apa-apa yang dilewatinya, mereka akan tetap bertemu dan menjadi satu pada samudra.
    (nyambung opo gak sih? koyoke gak nyambung. hwehehe)

    BalasHapus
  4. mbuh. bercabanglah jika itu membahagiakan. aku ra melu-melu hehehe

    BalasHapus
  5. merdeka maksudku dalam konteks menulis kali ini adalah tidak merasa bersalah dengan pikiranmu saat menulis. kan ga perlu terlalu banyak memohon maaf. gitu..yen arogan yo sisan sing antep wkwkkwkwk peace.

    BalasHapus